Membentuk manusia yang berkarakter bertanggung jawab akan hak dan kewajibannya

Kamis, 13 November 2008

Sikap Positif terhadap Hasil Amandemen UUD 1945

  • Sikap Positif terhadap Pelaksanaan UUD 1945 hasil amandemen

    Sebagai warga Negara yang baik adalah memiliki kesetiaan terhadap bangsa dan Negara, yang meliputi kesetiaan terhadap ideologi Negara, kesetiaan terhadap konstitusi, kesetiaan terhadap peraturan perundang-undangan, dan kesetiaan terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu maka setiap warga Negara harus dan wajib untuk memiliki prilaku positif terhadap konstitusi, yang mempunyai makna berprilaku peduli atau memperhatikan konstitusi (UUD), mempelajari isinya, mengkaji maknanya, melaksanakan nilai-nilai yang terjandung didalamnya, mengamalkan dalam kehidupan, dan berani menegakkan jika konstitusi di langgar.

    Adapun contoh sikap positif tersebut antara lain :
    B
    erusaha mempelajari isi konstitusi hasil amandeman agar memahami makna konstitusi tersebut.
    Melaksanakan isi konstitusi sesuai dengan profesi masing-masing.
    Membantu pemerintah dalam mensosialisasikan isi konstitusi hasil amandeman kepada warga masyarakat.
    Melaporkan kepada yang berwajib apabila ada pihak-pihak yang melanggar konstitusi.
    Mengawasi para penyelenggara Negara agar melaksaakan tugasnya sesuai konstitusi yang berlaku
    Mempelajarai peraturan perundang-undangan yang berlaku apakah sudah sesuai atau belum dengan konstitusi, jika belum kita usulkan kepada yang berwenang agar ada perubahan.
    Mengamati berbagai kegiatan politik/ partai politik, apakah sudah sesuai dengan amanat konstitusi
    Menanamkan nilai-nilai konstitusi khususnya perjuangan bangsa kepada generasi muda
    Menangkal masuknya ideology asing yang bertentangan dengan konstitusi Indonesia.

    Usaha mengembangkan sikap positif terhadap UUD hasil amandemen antara lain :
    Mensosialisakan isi / muatan konstitusi hasil amandemen melalui kursus, penataran, symposium dan diskusi
    Mengadakan penyuluhan akan arti pentingnya hidup berbangsa dan bernegara
    Pemebentukan peraturan harus sesuai dengan dengan konstitusi
    Sistem politik, ekonomi, social budaya dan pertahanan keamanan ahrus sesuai prinsip yang ada dalam konstitusi
    Mengadakan pengawasan secara ketat terhadap para penyelenggara Negara

    Wujud Partisipasi terhadap pelaksanaan UUD hasil amandemen :
  • Dalam diri Pribadi
    Mengakui dan menghargai hak-hak asasi orang lain
    Mematuhi dan mentaati peraturan yang berlaku
    Tidak main hakim sendiri
    Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban

Dalam keluarga
Taat dan patuh terhadap orang tua
Ada keterbukaan terhadap permasalahan yang dihadapi
Memiliki etika terhadap sesama anggota keluarga
Mengembangkan sikap sportif

Dalam Sekolah
Taat dan patuh terhadap tata tertib sekolah
Melaksanakan program kegiatan OSIS dengan baik
Mengembangkan sikap sadar dan rasional
Melaksanakan hasil keputusan bersama

Dalam masyarakat
Menjunjung tinggi norma-norma pergaulan
Mengikuti kegiatan yang ada dalam karang taruna
Menjalin persatuan dan kerukunan warga melalui berbagai kegiatan
Sadar pada ketentuan yang menjadi keputusan bersma

Dalam berbangsa dan bernegara
Sanggup melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingtan bangsa dan Negara
Sadar akan kedudukanya sebagai warga Negara yang baik
Setia membela Negara sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Kamis, 06 November 2008

Otonomi Daerah UU No. 22 tahun 1999

Kata Kunci

Pemerintah
Kekuasaan Penduduk
Wewenang Warga Negara
Otonomi Daerah Orang Asing
Daerah Otonom Asas Kewarganegaraan
Pemerintah Daerah Kebijakan Publik



Diskusikan perbedaan Desa dan Kelurahan dilihat dari : Proses pengangkatan kepala keluarahan dan kepala desa; status kepegawaian; masa, jabatan; dan pembiayaan pembangunan serta sumber‑sumber pendapatannya.

Untuk membantu saudara, cermati beberapa pengertian konsep sebagaimana tercantum dalam Bab I Pasal 1 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Pusat adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan negara RI sebagaimana dimaksud dalam UUD negara RI tahun 1945.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas‑luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan RI sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara RI tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
DPRD adalah lembaga perwailan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau, kepada. instansi vertikal di wilayah tertentu.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten.kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang­-undangan.
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas‑batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan Daerah adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
Peraturan Kepala Daerah adalah peraturan Gubemur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.
Desa atau yang disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas‑batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan RI.
Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pembiayaan Daerah adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun‑tahun anggaran berikutnya.
Berkaitan dengan pengertian desentralisasi di atas, Litvack & Seddon (1999:2) sebagaimana dikutip oleh Sadu Wasistiono ( 2002:17‑18) menyatakan desentralisasi adalah the transfer of authority and responsibility for public function from central government to subordinator quasi­ independent goverment organization or he private sector.

Dengan demikian yang dimaksud desentralisasi adalah tranfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi‑fungsi publik. Tranfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. Selanjutnya menurut Cheema & Rondinelli (1983) sebagaimana dikutip Sadu Wasistiono (2002:18) membagi desentralisasi menjadi empat tipe, yaitu :
1. Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat
2. Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga. bentuk utama, yaitu dekonsentrasi, delegasi dan. devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien
3. Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana
4. Desentralisasi ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan tanggungjawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat.
Agar desentralisasi ini berhasil dengan baik, selanjutnya Litvack & Seddon ( dalam Sadu Wasistono (2002:19) diperlukan adanya lima kondisi, yaitu :
1. Kerangka kerja desentralisasi harus memperlihatkan kaitan antara. pembiayaan lokal dan kewenangan fiskal dengan fungsi dan tanggungjawab pemberian pelayanan oleh Pernerintah Daerah
2. Masyarakat setempat diberi informasi mengenai kemungkinan-­kemungkinan biaya pelayanan serta sumber‑sumbernya, dengan harapan keputusan yang diambil oleh Pemerintah daerah menjadi lebih bermakna.
3. Masyarakat memerlukan mekanisme yang jelas untuk menyampaikan pandangannya sebagai upaya mendorong partisipasinya
4. Harus ada sistem akuntabilitas yang berbasis publik dan informasi yang tranparan yang memungkinkan masyarakat memonitor kinerja Pemerintah Daerah
5. Harus didesain intrumen desentralisasi seperti kerangka, kerja institusional, struktur tanggungjawab pemberian pelayanan dan sistern fiskal antara pemerintah.

Kebijakan otonomi daerah bukan tanpa alasan. Dilihat dari landasan yuridis jelas telah diamanatkan oleh Ketetapan MPR no. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalarn Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Undang­Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang­Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pernerintahan Daerah.
Selain alasan yuridis, juga dalam upaya menghadapi tuntutan globalisasi yang mau tidak mau suka, tidak suka daerah harus lebih diberdayakan dengan cara diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggungjawab, terutama dalam mengatur, mernanfaatkan dan menggali sumber‑sumber potensi yang ada di daerahnya masing‑masing.
Tujuan Utama dari kebijakan otonomi daerah yang dikeluarkan , tahun 1999 adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban‑beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentraisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu, sehingga, kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat.
Desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah. Ini dengan sendirinya akan mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah ( Syaukani, Affan Gaffar dan Ryaas Rasyid, 2002:172 ).
Dengan diberlakukannya undang‑undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, maka kewenangan itu didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah‑daerah, kewenangan mengurus, mengatur dan memanajeri rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Dengan demikian pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, , pengawas dan pengevaluasi.
Menurut Syakauni dkk, ( 2002 : 173‑184) visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya.
Di bidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi, maka ia harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahimya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.
Fenomena yang muncul dewasa. ini, khususnya dalam pemilihan Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota begitu besar partisipasi masyarakat. Ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon‑calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas , investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara, nilai‑nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
Berdasarkan visi ini, maka konsep otonomi daerah merangkum hal‑hal sbb
1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah, kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa kebijakan pemerintah pusat yang bersifat strategis nasional.
2. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi
3. Peningkatan efektifitas fungsi‑fungsi pelayanan eksekutif, melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan
4. Peningkatan efeisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber‑sumber pendapatan negara
5. Perwujudan desentralisasi fiskal. Melalui pembesaran alokasi subsidi pusat yang bersifat block grant
6. Prembinaan dan pemberdayaan lembaga‑lembaga dan nilai‑nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelahara harmoni sosial.

Kekuasaan : kemampuan untuk mengarahkan atau mengontrol seseorang atau sesuatu
Kewenangan : kekuasaan dari orang-orang yang memiliki hak untuk menggunakannya disebabkan oleh adat, hukum, atau persetujuan dari pemerintah

B. Prinsip dan Asas Otonomi Daerah
Dalam penjelasan Urnum Undang‑Undang nomor 32 tahun 2004 ditegaskan. bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas‑luasnya, nyata, dan bertanggung jawab.
Otonomi seluas‑luasnya adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali : kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.
Pertanyaannya sekarang : Mengapa kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama masih tetap dipegang oleh pusat ? Jelaskan dampak positif dan negatifnya kebijakan tersebut ?

Otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahaan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kehasan daerah.
Sedangkan Otonomi bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar‑benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Selain menggunakan prinsip‑prinsip tersebut di atas, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah digunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan asas yang digunakan dalam menyelenggarakan pemerintahan (pemerintah pusat) yaitu asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut, berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas asas:
1. kepastian hukum
2. tertib penyelenggara negara
3. kepentingan umum
4. keterbukaan
5. proporsionalitas
6. orofesioalitas
7. akuntabiltas
8. efisiensi, dan
9. efektivitas.
Mengacu kepada misi, visi, asas dan prinsip‑prinsip penyelenggaraan otonomi daerah, maka tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik
2. Pengembangan kehidupan demokrasi
3. Keadilan
4. Pemerataan
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat
7. menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Diskusikan dengan peserta pelatihan terdekat, mengapa dengan diberikannya otonomi daerah dapat meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat, mengembangkan kehidupan demokrasi, menciptakan Keadilan dan pemerataan, menumbuhkan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, mendorong pemberdayaan masyarakat dan dapat menumbuhkan prakarsa serta kreativitas masyarakat dalam pembangunan !



Tujuan pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana. diuraikan di atas tidak terlepas dari ciri‑ciri yang melakat pada undang‑undang yang dijadikan landasannya, yaitu undang ‑ undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yaitu :
1. Demokrasi dan Demokratisasi yang lebih menekankan pada peran serta masyarakat
2. Mendekatkan Pemerintah dengan rakyat
3. Sistem Otonomi Luas dan Nyata serta bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional
4. Tidak Menggunakan sistem Otonomi Bertingkat
5. Penguatan rakyat melalui DPRD

Mengapa Pelaksanaan otonomi Daerah dilaksanakan secara utuh pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota ? Jelaskan dampak positif dan negatifnya bagi pembangunan di daerah yang bersangkutan ! Uraikan pula dampak positif dan negatif bagi dinas/instansi yang ada di propinsi sebagai dampak kebijakan otonomi yang diberikan pada daerah kabupaten dan daerah kota

C. Pembagian Urusan Pemerintahan

Dikeluarkannya kebijakan, tentang pelaksanaan otonomi daerah membawa dampak pada terjadinya berbagai perubahan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang‑undang nomor 32 tahun 2004. Adapun uraian rinci mengenai berbagai kewenangan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Urusan (kewenangan) Pemerintahan Pusat
Sekalipun daerah diberi keleluasaan dan kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, namun ada 6 (enam) urusan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dalam pasal 10 ayat 3 UU No.32 tahun 2004 ditegaskan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.

Dalam menyelenggarakan urusan tersebut, pemerintah dapat meneyelenggarakan, sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah (asas dekonsentrasi) atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa (asas Tugas pembantuan). Demikian pula dalam menyelenggarakan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah selain keenam urusan di atas, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri atau menggunakan asas dekonsentrasi atau tugas pembantuan. ,
Dalam undang‑undang nomor 32 tahun 2004 ditegaskan pula bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan.
Tugas: Jelaskan perbedaan antara kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi.

2. Urusan (Kewenangan) Pemerintahan Propinsi

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang dimaksud dalam ketentuan ini yaitu urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga, negara yaitu antara lain: a) perlindungan hak konstitusional; b) perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan. NKRI, dan c) pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan yang secara, nyata, ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.

Dalam Pasal 13 UU No. 32 / 2004 disebutkan bahwa, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah teemasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang­ - undangan.

Sedangkan urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.




3. Kewenangan Daerah
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah antara lain diatur dalam pasal 18 UU No. 32 tahun 2004. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Kewenangan tersebut meliputi: 1) eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut 2) pengaturan administratif; 3) pengaturan tata ruang; 4) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, 5) ikut serta dalam pemeliharaan keamanan, dan 6) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.


Urusan (Kewenangan) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pasal 14 UU No. 32/ 2004
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten,kota meliputi: a) perencanaan dan pengendalian pembangunan; b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d) penyediaan sarana dan prasarana umum; e) penanganan bidang kesehatan; f) penyelenggaraan pendidikan; g) penanggulangan masalah sosial; h) pelayanan bidang ketenagakerjaan; i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; j) pengendalian lingkungan hidup; k) pelayanan pertanahan; l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m) pelayanan administrasi umum pemerintahan; n) pelayanan administrasi penanaman modal; 0) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-­undangan.
Sedangkan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk laut meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

D. Bentuk dan Susunan Pemerintahan Daerah
Di daerah dibentuk DPRD yang merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah dan memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan (pasal 40 dan 41 Undang‑Undang No. 32 tahun 2004).

Bandingkan oleh saudara bagimana konstruksi atau susunan Pemerintahan di daerah berdasarkan Undang‑Undang nomor 5 tahun 1974 dengan UU nomor 32 tahun 2004 !

1. Tugas dan Wewenang DPRD
Adapun tugas dan wewenang DPRD adalah sebagai berikut
a) membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b) membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang‑undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Mendagri bagi DPRD Provinsi dan kepada Mendagri melalui Gubemur bagi DPRD kabupaten/kota;
e) memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h) meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i) membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j) melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

Selain itu, DPRD juga melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang‑undangan. (pasal 42 Undang‑Undang No.32/2004).

2. Hak DPRD
Sebagai lembaga, DPRD mempunyai hak‑hak sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU No. 32 tahun 2004, yaitu
a. interpelasi
b. angket;
c. menyatakan pendapat.
Sedangkan anggota DPRD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan Peraturan Daerah;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler; dan
h. keuangan dan administrasi.

Selain memiliki hak, anggota DPRD mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 45 Undang‑Undang No. 32/2004 yaitu:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD Negara Kesatuan RI tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang‑undangan;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan RI;
d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya;
h. menaati peraturan tata tertib, kode etik, dan sumpah/janji anggota DPRD;
i. menjaga norma dan etika dalam hubungan keda dengan lembaga terkait;

4. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Setiap Daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut Kepala Daerah dengan dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Kepala Daerah Propinsi disebut Gubemur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai Wakil Pemerintah. Sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggungjawab kepada DPRD, sebagai,wakil Pemerintah. Gubernur berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, sedangkan Daerah Kota disebut Walikota yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selaku Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD Kabupaten/Kota, Sebagai alat (wakil) pemerintah pusat, Gubemur mmiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota,
b) koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
c) koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Sedangkan Muslimin, 1978:224) mengemukakan bahwa Gubemur selaku wakil pemerintah memilki tugas‑tugas antara lain :
1) Membina ketenteraman dan ketertiban di wilayahnya
2) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan lintas sektor mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan pengawasan kegiatan dimaksud
3) Membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintah daerah
4) Melaksanakan usaha‑usaha pembinaan kesatuan bangsa sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah
5) Melaksanakan segala tugas pemerintahan berdasarkan peraturan perundang‑undangan yang diberikan kepadanya
6) Melaksanakan tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas instansi lainnya.

Dalam pasal 25 UU No.32 tahun 2004 ditegaskan bahwa kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1) memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
2) mengajukan rancangan Perda;
3) menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
4) menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
5) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
6) mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang‑undangan; dan
7) melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.

Sedangkan tugas wakil kepala daerah adalah:
a) membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;
b) membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
c) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
d) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota;
e) memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah;
f) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan
g) melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

5. Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Daerah
Salah satu perubahan penting yang diatur dalam undang‑undang nomor 32 tahun 2004 adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam pasal 24 ayat 5 undang‑undang tersebut ditegaskan bahwa "Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan". Pelaksanaan pemungutan suara untuk pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir (pasal 86 ayat 1).
Selanjutnya, dalam pasal 107 disebutkan bahwa pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai psangan calon terpilih. Jika ketentuan tersebut juga tidak terpenuhi atau tidak ada yang mencapai 25%, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua, dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Kepala daerah dan atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
Adapun pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat dilakukan apabila:
1) berakhir masajabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
2) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut‑turut selama 6 (enam) bulan;
3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
4) dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
5) tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
6) melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

6. Perangkat Daerah
a. Sekretariat Daerah yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah
b. Dinas daerah yang dimpin oleh Kepala Dinas
c. Kecamatan yang dipimpin oleh camat
d. Kelurahan

7. Keuangan Daerah
Sumber‑sumber Pendapatan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana Perimbangan; dan lain‑lain pendapatan daerah yang sah.
Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas Hasil Pajak Daerah; Hasil Restribusi Daerah; Hasil Pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain‑lain PAD yang sah.
Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Selanjutnya ditegaskan bahwa, dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari:
a. PBB sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, peftarnbangan serta kehutanan;
b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan , perkotaan, perkebunan, pertambangan, serta kehutanan;
c. Pajak penghasilan (PPh).

Sedangkan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi (pasal11 ayat 3 UU No. 33 tahun 2004).
Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB dibagi antara daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan pemerintah. Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah.
Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah.
10% dari penerimaan PBB dan 20% dari penerimaan Bea Perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota.
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk Daerah. Sedangkan penerimaan negara dari pertambangan minyak‑ setelah dikurangi pajak dibagi dengan imbangan 85% untuk pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah. Sementara itu penerimaan negara dari sektor gas alam setelah dikurangi pajak dibagikan dengan imbangan 70% untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk Daerah.

Dana Alokasi Umum dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Sedangkan DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU‑nya ditetapkan sesuai undang‑undang.

Dana Alokasi Khusus dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk:
a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional;
b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

Pada uraian di atas, disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah diperoleh dari PAD, Dana perimbangan, dan lain‑lain pendapatan daerah dibagi yang sah. Dalam pasal 164 UU No. 32/2004 ditegaskan bahwa lain‑lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain­-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Hibah yang dimaksud merupakan bantuan berupa uang, barang, dan.atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri.


Berdasarkan uraian di atas, J. Kahl ( 2002: 13), menggambarkan tentang alur pikir manajemen pemerintahanan daerah sbb;

GOOD GOVERNANCE
1.Partisipasi
2. Taat Hukum
3. Transparansi
4. Responsif
5. Berorientasi kesepakatan
6. Kesetaraan
7. Efektif dan efisien
8. Akuntabilitas
9. Visi Strategis
Kerangka dasar pengelolaan pembangunan daerah, Renstra, Repetada

Manajemen Pemerintahan Daerah
Manajemen Keuangan Daerah
Manajemen kekuatan sospol
Manajemen Kepegawaian
Manajemen Pengawasan
Manajemen Pelayanan Umum Pemerintah
Manajemen Pembangunan

































ALUR PIKIR MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH
( MODEL J. KOHL,2002, 13 )


KEBIJAKAN PUBLIK

Kutipan dari buku karya Joko Widodo (2001:189-190) kebijakan publik adalah :
Dye : apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan

Edwar III : apa yang pemerintah katakan dan dilakukan atau tidak. Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah

Anderson : serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang didikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu

Kartasasmita : merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan (1) apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah mengenai suatu masalah (2) apa yang menyebabkannya (3) apa pengaruhnya.

Kebijakan Publik adalah segala sesuatu atau tindakan yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah untuk kepentingan umum.

Tahapan pembuatan kebijakan publik dimulai dari :
1. Tahap pembuatan agenda kebijakan
2. Tahap formulasi dan legitimasi (merumuskan, solusi, pengesahan)
3. Tahap implementasi dan
4. Tahap evaluasi kebijakan ( evaluasi proses, dampak dan analisa strategi)



I
N
P
U
T

Pengolahan input
Aktor pembuatan
kebijakan

Implementasi
Kebijakan Publik

O
U
T
P
U
T
Lingkungan
Keputusan
Tuntutan
Dukungan












Tujuan kebijakan publik :
Mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
Melindungi hak-hak masyarakat
Mewujudkan ketentraman masyarakat
Mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Pemerintah Daerah
Masyarakat
Dunia Usaha
Otonomi Daerah
Kesejahteraan

Konsep Dasar HAM

Konsep Dasar Hak Asasi Manusia
Konsep atau pengertian dasar hak asasi manusia (HAM) beraneka ragam antara lain dapat ditemukan dari penglihatan dimensi visi, perkembangan, Deklarasi Hak Asasi Universal/PBB (Universal Declaration of Human Right/UDHR), dan menurut UU No. 39 Tahun 1999.
Konsep hak asasi manusia dilihat dari dimensi visi, mencakup visi filsafati, visi yuridis ‑ konstitusional dan visi politik ( Saafroedin Bahar,1994:82). Visi filsafati sebagian besar berasal dari teologi agama‑agama, yang menempatkan jati diri manusia pada tempat yang tinggi sebagai makhluk Tuhan. Visi yuridis­ konstitusional, mengaitkan pemahaman hak asasi manusia itu dengan tugas, hak,wewenang dan tanggungjawab negara sebagai suatu nation‑state. Sedangkan visi politik memahami hak asasi manusia dalam kenyataan hidup sehari‑hari, yang umumnya berwujud pelanggaran hak asasi manusia, baik oleh sesama warga masyarakat yang lebih kuat maupun oleh oknum‑oknum pejabat pemerintah.
Dilihat dari perkembangan hak asasi manusia, maka konsep hak asasi manusia mencakup generasi I, generasi II, generasi III, dan pendekatan struktural (T.Mulya Lubis,1987: 3‑6). Generasi I konsep HAM , sarat dengan hak‑hak yuridis, seperti tidak disiksa dan ditahan, hak akan equality before the law (persamaan dihadapan hukum), hak akan fair trial (peradilan yang jujur), praduga tak bersalah dan sebagainya. Generasi I ini merupakan reaksi terhadap kehidupan kenegaraan yang totaliter dan fasistis yang mewarnai tahun‑tahun sebelum Perang Dunia II.
Generasi II konsep HAM, merupakan perluasan secara horizontal generasi I, sehingga konsep HAM mencakup juga bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Generasi II, merupakan terutama sebagai reaksi bagi negara dunia ketiga yang telah memperoleh kemerdekaan dalam rangka mengisi kemerdekaananya setelah Perang Dunia II.
Generasi III konsep HAM, merupakan ramuan dari hak hukum, sosial, ekonomi, politik dan budaya menjadi apa yang disebut hak akan pembangunan (the right to development). Hak asasi manusia di nilai sebagai totalitas yang tidak boleh dipisah‑pisahkan. Dengan demikian, hak asasi manusia sekaligus menjadi satu masalah antar disiplin yang harus didekati secara interdisipliner.
Pendekatan struktural (melihat akibat kebijakan pemerintah yang diterapkan) dalam hak asasi manusia. seharusnya merupakan generasi IV dari konsep HAM. Karena dalam realitas masalah‑masalah pelanggaran hak asasi manusia cenderung merupakan akibat kebijakan yang tidak berpihak pada hak asasi manusia. Misalnya, berkembangnya sistem sosial yang memihak ke atas dan memelaratkan mereka yang dibawah, suatu pola hubungan yang "repressive". Sebab jika konsep ini tidak dikembangkan, maka yang kita lakukan hanya memperbaiki gejala, bukan penyakit. Dan perjuangan hak asasi manusia akan berhenti sebagai pelampiasan emosi (emotional outlet).
Pengertian hak asasi manusia menurut UDHR dapat ditemukan dalam Mukaddimah yang pada prinsipnya dinyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan pengakuan akan martabat yang terpadu dalam diri setiap orang akan hak ‑ hak yang sama dan tak teralihkan dari semua anggota keluarga manusia ialah dasar dari kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia (Maurice Cranston, 1972 : 127).
UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM , mengartikan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anuaerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. UU No.39 Tahun 1999 juga mendefinisikan kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Pengertian hak asasi manusia menurut UDHR sering dinilai masih pada tahap Generasi I Konsep HAM, yaitu isinya sarat dengan hak‑hak yuridik dan politik. Sedangkan jika memperhatikan pengertian hak asasi manusia menurut UU No. 39 Tahun 1999, tampak mengandung visi filsafati dan visi yuridis konstitusional. Kemudian pengertian hak‑ asasi manusia menurut visi politik dapat diidentikkan dengan pendekatan strutural, karena keduanya lebih menonjolkan pengertian hak asasi manusia dalam kehidupan sehari ‑ hari yang cenderung banyak pelanggaran.

Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen
Hak asasi manusia macam apa saja yang dikandung dalam UUD 1945 pasca amandemen ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan memahami lebih dahulu mengenai konsep dan teori tentang macam ‑ macam hak asasi manusia, sebagai alat untuk mengidentifikasi hak asasi manusia dalam UUD 1945 pasca amandemen.
Tentang macam ‑ macam, hak asasi manusia ada berbagai pandangan. Thomas Hobbes berpendapat bahwa satu ‑ satunya hak asasi adalah hak hidup. Bagi John Locke dan Liberalisme klasik, hak asasi meliputi hak hidup (the right to life), kemerdekaan (the right to liberty) dan hak milik (the right to property) (Rodee & Anderson, 1989 : 194). Pendapat John Locke ini sangat dipengaruhi oleh gagasan hukum alam (natural law) ketika dalam keadaan alamiah (state of nature), yaitu suatu keadaan di mana belum terdapat kekuasaan dan otorita apa‑apa, semua orang sama sekali bebas dan sama derajatnya.
Dalam UDHR yang memuat 30 pasal, 31 ayat apabila ditelaah lebih lanjut secara garis besar macam ‑ macam hak asasi manusia dapat dikelompokan ke dalam tiga bagian yaitu : (1) hak ‑ hak politik dan yuridik, (2) hak ‑ hak atas martabat dan integritas manusia, dan (31) hak ‑ hak sosial, ekonomi dan budaya (Baut & Harman, 1988 :9).
Perbedaan hak politik dengan hak sipil dapat dikemukakan bahwa hak politik merupakan hak yang didapat oleh seseorang dalam hubungan sebagai seorang anggota di dalam lembaga politik, seperti: hak memilih, hak dipilih, hak mencalonkan diri untuk menduduki jabatan‑jabatan politik, hak memegang jabatan‑jabatan umum dalam negara atau hak yang menjadikan seseorang ikut serta di dalam mengatur kepentingan negara atau pemerintahan (Abdul Karim Zaidan,1983‑19)‑ Dengankata
lain lapangan hak‑hak politik sangat luas sekali, mencakup asas‑asas masyarakat, dasar‑dasar negara, tata hukum, partisipasi rakyat didalamnya, pembagaian kekuasaan dan batas‑batas kewenangan penguasa terhadap warga negaranya. (Subhi Mahmassani,1993:54). Sedangkan yang dimaksud hak‑hak sipil dalam pengertian yang luas, mencakup hak‑hak ekonomi, sosial dan kebudayaan merupakan hak yang dinikmati oleh manusia dalam hubungannya dengan warga negara yang lainnya, dan tidak ada hubungannya dengan penyelengaraan kekuasaan negara, salah satu jabatan dan kegiatannya (Subhi,1993:236).
Dalam Perjanjian tentang, Hak‑hak‑ Sipil dan Politik dan Perjanjian tentang hak‑ hak Sosial, Ekonomi dan Budaya , macam ‑ macam hak asasi manusia dapat di dikemukakan sebagai berikut. Hak‑ ‑ hak‑ sipil dan politik antara lain:
1. hak atas hidup.
2. hak atas kebebasan dan keamanan dirinya.
3. hak atas keamanan di muka badan‑badan peradilan.
4.hak atas kebebasan berpikir, mempunyai keyakinan (conscience), beragama.
5. hak untulk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan.
6. hak atas kebebasan berkumpul secara damai.
7. hak untuk berserikat.

Hak asasi, manusia menurut Pejanjian tentang Hak‑hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mencakup antara lain:
1. hak atas pekerjaan.
2. hak untuk membentuk serikat kerja.
3. hak atas pensiun.
4.hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya,termasuk makanan, pakaian dan perumahan yang layak.
5. hak atas pendidikan (Miriam Budiaidjo, 1972 : 126‑127).
Pembagian hak asasi manusia yang agak mirip dengan kedua covenant tersebut di atas, adalah yang mengikuti pembedaan sebagai berikut
1. Hak ‑ hak asasi pribadi atau " personal rights" yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak dan sebagainya.
2. Hak ‑ hak asasi ekonomi atau "property rights", yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjualnya serta memanfaatkannya.
3, Hak‑ ‑ hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau yang biasa disebut "rights of legal equality ".
4. Hak ‑ hak asasi politik atau "political rights", yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik, dan sebagainva.
5. Hak ‑ hak asasi sosial dan kebudayaan atau "social and culture rights misalnya hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
6. Hak‑ ‑ hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau "procedural rights", misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya ( Kansil, 108" 91).

Pendapat lain tentang macam ‑ macam hak asasi manusia dikemukakan Franz Magnis Suseno (1987: 125 ‑ 130) yang mengelompokanva menjadi empat Kelompok yaitu hak asasi negatif atau liberal, hak asasi aktif atau demokratis, hak asasi positif dan hak‑ asasi sosial.

1. Hak Asasi Negatif atau Liberal.
Kelompok hak asasi pertama ini diperjuangkan oleh liberalisme dan pada hakekatnva mau melindungi kehidupan pribadi manusia terhadap campur tangan negara dan kekuatan ‑ kekuatan sosial lain. Hak‑ asasi ini didasarkan pada kebebasan dan hak ­individu untuk mengurus diri sendiri ‑ dan oleh karena itu juga disebut hak – hak ­kebebasan (liberal). Sedangkan dikatakan negatif, karena prinsip yang dianutnya bahwa kehidupan saya (pribadi) tidak boleh dicampuri pihak luar. Kehidupan pribadi merupakan otonomi setiap orang, yang harus dihormati. Otonomi ini merupakan kedaulatan asasinya sendiri merupakan dasar segala usaha lain, maka hak asasi negatif ini tetap merupakan inti hak asasi manusia. Macam ‑ macam hak asasi manusia negatif antara lain :
a. hak atas hidup.
b. hak keutuhan jasmani
c. kebebasan bergerak.
d. kebebasan untuk memilih jodoh.
e. perlindungan terhadap hak milik.
f. hak untuk mengurus kerumahtanggaan sendiri.
g. hak untuk memilih pekerjaan dan tempat tinggal.
h. kebebasan beragarna.
i. kebebasan untuk mengikuti suara hati sejauh tidak mengurangi kebebasan serupa orang lain.
j. kebebasan berpikir.
k. kebebasan untuk berkumpul dan berserikat.
l. hak untuk tidak ditahan secara sewenang ‑ wenang.

2. Hak Asasi Aktif atau Demokratis
Dasar hak‑ ini adalah keyakinan akan kedaulatan rakyat yang menuntut agar rakyat memerintah dirinya sendiri dan setiap pemerintah di bawah kekuasaan rakyat. Hak ini disebut aktif karena merupakan hak atas suatu aktivitas manusia untuk ikut menentukan arah perkembangan masyarakat /negaranya. Yang termasuk hak asasi aktif, yaitu:
a. hak untuk memilih wakil dalam badan pembuat undang‑undang
b. hak untuk mengangkat dan mengontrol pemerintah
c. hak untuk menyatakan pendapat
d. hak atas kebebasan pers
e. hak untuk membentuk perkumpulan politik.

3. Hak Asasi Positif
Kalau hak‑hak‑ negatif menghalau campur tangan negara dalam urusan pribadi manusia, maka sebaliknya hak ‑ hak positif justru menuntut prestasi‑prestasi tertentu dari negara. Paham hak asasi positif berdasarkan anggapan bahwa negara bukan tujuan pada dirinya sendiri,melainkan merupakan lembaga yang diciptakan dan dipelihara oleh masyarakat untuk memberikan pelayanan ‑ pelayanan tertentu (pelayanan publik), Oleh karena itu tidak boleh ada anggota masyarakat yang tidak mendapat pelayanan itu hanya karena ia terlalu miskin untuk membayar biayanya. Hak asasi positif antara lain:
a. hak atas perlindungan hukum (misalnya : hak atas perlakuan Yang sama di depan hukum, hak atas keadilan);
b. hak warga masyarakat atas kewarganegaraan.


4. Hak Asasi Sosial
Hak asasi sosial ini merupakan paham tentang kewajiban negara untuk menjamin hasil kerja kaum buruh yang wajar dan merupakan hasil kesadaran kaum buruh melawan kaum burjuasi. Hak asasi sosial mencerminkan kesadaran bahwa setiap anggota masyarakat berhak atas bagian yang adil dari harta benda material dan cultural bangsanya dan atas bagian yang wajar dari hasil nilai ekonomis. Hak ini harus dijamin dengan tindakan negara. Hak‑ asasi sosial antara lain
a. hak atas jaminan sosial
b. hak atas pekerjaan;
c. hak membentuk serikat kerja;
d. hak atas pendidikann;
e. hak ikut serta dalam kehidupan kultural masyarakatnya.

Jaminan hak asasi manusia dalam Undang ‑ undang Dasar 1945 (UUD 1945 sebelum perubahan/amandemen) dipandang oleh Kuntjoro Porboprawto belum disusun secara sistematis. Selain itu, dalam UUD 1945 hanya empat pasal yang memuat ketentuan ‑ ketentuan tentang hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Meskipun dmnikian bukan berarti HAM kurang mendapat perhatian. Jaminan HAM dalam UUD 1945 adalah merupakan Inti‑inti dasar kenegaraan.
Dari keempat pasal tersebut, terdapat lima pokok mengenai hak‑ hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945. Pertama, tentang kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan(Pasal 27 ayat 1). Kedua, hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2). Ketiga,kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang (Pasal 28). Keempat, kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk di jamin oleh Negara (Pasal 29 ayat 2). Kelima, hak atas pengajaran (Pasal 3 1 ayat 1).


Sedangkan Pasca amandemen jaminan hak asasi manusia tampak lebih dipertegas (dieksplisitkan) dan lebih terici. Hal ini dapat di lihat dalam UUD 1945 pasca amandemen jaminan hak asasi manusia dibuatkan bab tersendiri yakni Bab X A yang
terdiri atas pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J. Macam ‑ macam hak asasi manusia yang dijamin dalarn UUD 1945 pasca arnandemen yaitu
1. hak hidup (pasal 28A)
2. hak membentuk keluarga (pasal 28B)
3. hak mengembangkan diri (pasal 28C)
4. hak atas hukum, hak bekerja, hak atas pemerintahan, dan hak atas status kewarganegaraan (pasal 28D);
5. hak beragama, hak atas kepercayaan, hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (pasal 28E)
6. hak. untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (pasal 28F)
7. hak atas perlindungan pribadi dan keluarga (pasal 28G)
8. hak atas kesejahteraan lahir bathin (pasal 28H)
9. jaminan pemenuhan/tidak dapat dikurangi hak asasi manusia dalam keadaan apapun (yaitu hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut);
‑hak bebas dari perlakuan diskriminatif
‑hak atas identitas budaya
‑hak atas masyarakat tradisional
‑kewajiban pemerintah untuk melakukan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia (pasal 281)
10. kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati hak asasi orang lain (pasal 28J).

Instrumen HAM

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAM
LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKLARASI HAK ASASI MANUSIA

Seperi teiah kita ketahui bersama hak asasi manusia (HAM), merupakan hak yang melekat pada setiap manusia. Manusia itu di mana‑mana harkat dan martabatnya sama. Baik manusia yang kulitnya putih atau hitam, di negara maju atau berkembang pada dasarnya sama. Perbedaan bentuk fisik maupun tingkat kemajuan negaranya tidak menghalangi persamaan dalam HAM. HAM bukan pemberian negara atau pihak lain, tetapi merupakan pemberian sang pencipta manusia yaitu Tuhan Yang Maha ESa.
Bahwa HAM itu sesuatu yang sangat penting telah lama dinyatakan oleh para pemikir (filosof) maupun pencetus oleh berbagai negara di dunia. MisaInya pada jaman Yunani Kuno, Plato (428 ‑ 34 8 S M) telah memaklumkan kepada warga polisnya (negara kota), bahwa kesejahteraan bersama baru tercapai kalaul setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibanya masing-masing. Juga Aristoteles (384 -322 SM) sering kali memberi nasehat kepada pengikutnya bahwa negara yang baik adalah negara yang sering memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak.
Sedangkan contoh beberapa negara yang telah lama menyatakan jaminan HAM adalah Inggris, Amerika Serikat dan Perancis. Perjuangan HAM di Inggris dipelopori oleh kaum bangsawan Yang memaksa Raja untuk memberikan Magna Carta Liberatum pada tahun 1215, berisi larangan penahanan, penghukuman, dan perampasan benda dengan sewenang­ - wenang. Habeas Corpus pada tahun 1679, berisikan ketentuan bahwa orang yang ditahan harus dihadapkan dalam waktu tiga hari kepada seorang hakim dan diberitahu atas tuduhan apa ia ditahan. Bill of Right pada tahun 1689, berisikan bahwa Raja William harus mengakui hak ‑ hak parlemen, sehingga Inggris menjadi negara pertama di dunia yang memilki sebuah konstitusi dalam arti modern.
Di Amerika pada bulan Juli 1776 dideklarasikan, Declaration of Independence (Pernyataan Kemerdekaaan) oleh ketiga belas negara Amerika yang menyatakan : bahwa semua orang diciptakan sama, dikarunia oleh Khaliknya dengan hak‑hak tertentu yang tidak dapat dialihkan, diantaranya adalah hak hidup, hak kebebasan dan hak mengejar kebahagiaan.
Di Perancis pada tahun1789 dideklarasikan Declaration des droit de I”hommes et du citoyen (Pernyataan Hak ‑ hak Manusia dan Warga Negara). Disebutkan dalam pernyatan itu bahwa "manusia lahir bebas dengan hak‑hak yang sama, dan tetap bebas ‑dengan hak‑hak yang sama, dan sesungguhnya tujuan dari segala persekutuan politik ialah memelihara hak‑hak bawaan kodrat manusia yang dapat dialihkan.
Pentingnyia HAM sepertil dikemukakan para pemikir maupun pernyataan HAM yang dilakukan berbagai negara di atas baru terbatas pada bangsa dan negara tertentu. Juga mencerminkan bahwa HAM yang merupakan karunia sang Khalik tidak dengan sendirinya langsung dinikmati manusia tanpa perjuangan. Bahkan manusia di berbagai belahan dunia pada umumnya belum sepenuhnya menikmati HAM. Misalnya, teror Nazi di Eropa telah membunuh kira-kira 6 juta orang Yahudi, 5 juta umat Protestan, 3 juta umat Katolik Roma, 500.000 orang Gipsi (kelompok pengembara Asia di Eropa yang tidak ingin mempunyai tempat tinggal yang tetap), sebagaimana juga orang Ukrania, homo seksual, Polandia, Slovakia dan lain ‑ Iain yang tak terhitung jumlahnya.
Pada abad ke ‑20 misalnya Presiden AS Franklin Delano Rosevelt pada permulaan Perang Dunia II waktu berhadapan dengan Nazi Jerman yang menginjak ‑ nginjak HAM sebagaimana dikemukakan di atas, mengajukan The Four Freedoms (Empat Kebebasan), yaitu:
1. kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat (fredom of speech);
2.. kebebasan bragarna (freedom of relegion),
3. kebebasan dari ketakutan (freedom from fear),
4. kebebasan dari kemelaratan (freedom from Want).
Oleh karena itu, dalam upaya menjamin perlindungan HAM bagi semua manusia diberbagai belahan dunia perlu ada kesepakatan bersama antara berbagal bangsa untuk bersama ‑ sama dalam negaranya maupun dalam pergaulan dunia ( internasional ) untuk menjamin dan melindungi warganya agar menikmati hak‑hak asasi manusia. Untuk mewujudkan kepentingan tersebut, maka Perserikalan Bangsa Bangsa (PBB), membentuk Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1946 untuk merumuskan naskah internasional hak‑hak asasi manusia. Komisi Hak Asasi Manusia ( Commition of Human Right ) memulai sidangnya dalam bulan Januari 1947 di bawah pinipinan Ny. Franklin Delano Roosevelt. Hampir dua tahun kemudian, pada tanggal 10 Desember 1948, Sidang Umum PBB yang diadakan di istana Chailot, Paris menerima baik berupa Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia/DUHAM).
DUHAM menjabarkan "Hak ‑ hak yang tidak dapat dicabut dan diganggu gugat atas semua anggota rumpun manusia". Jaminan hak asasi manusia dalam DUHAM terdiri dari 30 pasal yang bersikan jaminan hak sipil dan politik, hak‑hak ekonomi, sosial dan kebudayaan. Jaminan hak sipil sebagai hak yang menyangkut kepentingan pribadi yang tidak boleh ada campur tangan pihak lain misalnya, hak beragama, hak membentuk keluarga, hak politik sebagai hak yang terkait dalam kehidupan bernegara, misalnya hak turut serta dalam pemerintah, hak atas perlindungan hukum yang sama, hak atus kebebasan berkumpul dan berserikat. Sedangkan jaminan hak ekonomi, sosial dan kebudayaan , antara lain meliuti: hak atas pekerjaan, hak mendapat pengajaran, hak kesehatan, hak jaminan sosial, hak turut serta dalam berkebudayaan, Deklarasi Ini menandai tonggak sejarah sebuah moral dalam sejarah komunitas bangsa ‑ bangsa,
Dengan demkian latar belakang lahirnya DUHAM dapat dikemukakan
a. Untuk mengurangi kekuasaan hukum negara atas warganya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekejaman terhadap warga negaranya dan warga negara lain seperti terlihat pada masa Perang Dunia II yang dilakukan Nazisme dan ideologi nasional lain.
b.Memberikan perlindungan bagi individu menghadapi negara dimana ia menjadi warganya. Hal ini dimaksudkan bahwa setiap pelanggaran hak asasi oleh suatu negara kepada individu yang menjadi warganya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara internasional.Sebagai deklarasi maka fungsi DUHAM sebatas sebagai pedornan dalam pelaksanaan hak asasi internasional. Oleh karena itu, agar supaya dapat mengikat secara hukum bagi setiap negara, maka akan dikembangkan dalam bentuk perjajian (kovenan) Begitu pula prosedur dan aparatur Serta pengawasan terhadap pelaksanaan DUHAM akan dirinci lebih lanjut.








BERBAGAI INSTRUMEN HAM YANG BERLAKU SECARA INTERNASIONAL

Meskipun DUHAM telah di terima tetapi karena sifatnya sebagai deklarasi yaitu berupa pernyataan, maka tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum, sehingga tujuan deklarasi sebagai pengakuan martabat manusia sulit diwujudkan, Untuk itu supaya tujuan DUHAM, dapat menjadi kenyataan diperlukan alat/instrumen HAM internasional.
Instrumen HAM internasional merupakan alat yang berupa standar- tandar pembatasan pelaksanaan dan mekanisme kontrol terhadap kesepakatan kesepakatan antar negara tentang jaminan HAM yang berupa undang – undang internasional HAM ( International Bill of Right) Undang ‑ undang internasional HAM tersebut bentuknya berupa kovenan (perjanjian) dan protokol , Kovenan , yaitu perjanjian yang mengikat bagi Negara - negara yang menandatanganinya. Istilah covenant (kovenan) digunakan bersarnaan dengan treaty (kesepakatan) dan convention (konvensi/perjanjian). Sedangkan protokol merupakan kesepakatan dari negara ‑ negara penandatangannya yang memiliki fungsi untuk lebih lanjut mencapai tujuan ‑ tujuan suatu kovenan.
Ketika Majiis Umum PBB mengadopsi atau menyetujui sebuah konvensi atau protokol, maka terciptalah standar internasional , dan negara ‑ negara yang meratifikasi konvensi itu berjanji Untuk menegakkannya. Ada sekitar 30 kovenan yang telah diratitikasi sejak DUHAM dideklarasikan 50 tahun yang lalu. Pemerintah yang melanggar standar yang telah ditentukan konvensi kemudian dapat digugat oleh PBB.
Berbagai instrumen HAM yang berlaku secara internasional, diantaranya:
a. Kovenan International tentang hak ‑ hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (The International Covenant on Economic, Social and Cultue Rights),
Kovenan ini lahir pada tuhun 1966, diadopsi pada 16 Desember 1975, dan berlaku pada 3 Januari 1976. Kovenan ini mengakui bahwa setiap manusia memiliki hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak ekonomi, sosial dan budaya mencakup:
1) hak atas pekerjaan,
2) hak untuk membentuk serikat kerja,
3)hak atas pensiun, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian dan perumahan yang layak,
4) hak atas pendidikan.
b. Kovenan Internasional tentang Hak ‑ hak Sipil dan Politik ( The International Covenant on Civil and Political Right/ICCPR).
Kovenan ini lahir tahun 1966, diadopsi pada 16 Desember 1975 dan berlaku pada 23 Maret pada 1976. Hak ‑ hak sipil dan politik yang dijamin dalam kovenan ini yaitu :
1 ) hak atas hidup,
2) hak atas kebebasan dan keamanan diri
3) hak atas keamanan di muka badan ‑ badan peradilan,
4) hak atas kebebasan berpikir, mempunyai keyakinan, beragama,
5) hak berpendapat tanpa mengalami gangguan,
6) hak atas kebebasan berkurnpul secara damai,
7) hak untuk berserikat.





c. Protokol Opsional pada Kovenan Internasional Hak‑Hak Sipil dan Politik.
Protokol opgional ini, diadopsi pada 16 Desember 1975, dan berlaku pada 23 Maret 1976. Protokol Opsional/pilihan berisikana pemberian tugas pada komisi Hak-Hak Asasi. Manusia untuk menerima dan mempertimbangkan pengaduan dari individu ‑ individu warga dalam wilayah kekuasaan negara peserta Kovenan yang menjadi peserta Protokol, yang mengaku telah menjadi korban pelanggaran terhadap salah satu hak yang dikemukakan dalam Kovenan Hak ‑hak Sipil dan Politik. Pengaduan itu dapat diajukan secara tertulis kepada Komisi Hak Asasi Manusia, setelah semua Upaya domestik (dalam negara warga yang bersangkutan) yang tersedia telah di tempuhnya, tetapi tidak menampakkan hasil.
d. Protokol Opsional Kedua terhadap Kovenan Internasional tentang hak ‑ hak Sipil dan Politik dengan tujuan Penghapusan hukuman Mati.(Protokol ini diadopsi pada 15 Desember 1989, dan berlaku pada 11 Juli 1991).
e. Konvensi Internasional Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Agains Women / CEDAW)
Konvensi ini mulai berlaku tahun 1981. Dokumen ini merupakan alat hukum yang paling lengkap(komprehensif) berkenaan dengan hak ‑ hak asasi wanita, dan mcncakup peranan dan status mereka. Dengan demikian dokumen ini merupakan dasar untuk menjamin persamaan wanita di negara-negara yang meratifikasinya.
f. Konvensi Internasional penghapusan terhadap Semua bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Diskrimination).
g.Konvensi Hak – hak Anak ( Convention on the Rights of the Child).
Konvensi ini disepakatl Majlis Umum PBB dalam sidangnya ke 44 pada Desember 1989. Menurut konvensi ini pengertian anak yakni setiap orang yang masih berumur di bawah 18 tahun. Kecuali jika berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak menentukan batas umur yang lebih rendah dari 18 tahun. Konvensi ini dicetuskan karena ternyata di berbagai belahan dunia. Meskipun telah di deklarasikan DUHAM yang juga melindungi harkat anak-anak sebagai manusi, ternyata belum dilaksanakan dengan baik. Banyak anak dipekeriakan di bawah umur, di kirim ke medan perang, diperkosa, dan Perlakuan,anak sebagai manusia sepenuhnya masih diabaikan. MisaInya, anak ‑ anak tidak pernah didengar suara dan pandangan mereka, ketika menetapkan suatu kebijakan publik maupun kebijakan yang menyangkut anak sendiri. Padahal mereka akan terkena akibat atau akan merasakan dari setiap kebijakan publik yang diambil.

Dengan demikian instrumen HAM internasional dapat disimpulkan:
a. Wujud instrumen HAM internasional berupa Undang ‑ undang Intemasional HAM (Internasional Bill of Rights) yang bentuknya berupa, kovenan, atau konvensi atau perjanjian (treaty) dan protokol.
b. Konvensi maupun protokol akan berlaku dan mengikat secara hukum terhadap negara ‑negara yang telah menandatanganinya. Negara ‑ negara lainnya (yang tidak ikut menandatangani dalam konvensi) dapat meratifikasi pada waktu selanjutnya.
c. Ketika Majlis Umum PBB telah mengadopsi Suatu kovenan atau protokol, maka terciptalah standar internasional.
d. Konvensi maupun prolokol akan berlaku dalam suatu negara yang bersifat nasional (secara domistik) jika negara yang bersangkutan telah meratifiksinya.


LEMBAGA PERLINDUNGAN HAM INTERNASIONAL DAN PERANANNYA

Berbagai konvensi internasional HAM telah di buat, tidak secara otomatis atau dengan sendirinva negara ‑ negara yang telah menandatanganinva akan melaksanakannya. Oleh karena itu agar usaha pelaksanaan HAM internasional lebih dapat dijamin diperlukan pernbentukan lembaga perlindungan HAM internasional. Lembaga ‑ lembaga Perlindungan HAM Internasional, diantaranya :
a. Dewan Ekonomi dan Sosial ( Economic and Social Council / ECOSOC ).
Dewan PBB ini terutama memperhatikan masalah ‑ masalah polusi, perkembangan ekonorni, HAM dan kriminal. Badan ini dalam kaitannya dengan HAM memiliki peran menerima dan menerbitkan laporan HAM dalarn berbagai situasi.
b. Komisi Hak ‑ Hak Asasi Manusia (Commission on Human Right).
Komisi Hak Asasi Manusia yang penyebutan secara lengkapnya Komisi Hak‑Hak Manusia PBB (The United Nations Commision on Human Right/UNCHR),merupakan sebuah badan/lembaga yang.dibuat ECOSOC untuk membidangi HAM, yang merupakan salah satu dari sejumlah badan HAM internasional yang pertama dan terpenting. Peran Komisi Hak Asasi Manusia adalah memantau pelaksanaan dan menerima dan mempertimbangkan pemberitahuan dari setiap individu yang mengadu telah meniadi korban pelanggaran terhadap salah satu hak yang dikemukakan dalam Kovenan Hak‑Hak Sipil dan Politik. Pengaduan tidak akan di terima dari warga Negara yang negaranya tidak ikut serta menandatangani Protokol Fakultatif / Opsional pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak sipil dan politik atau belum meratifikasinya.
c. Komisi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan
Kornisi ini berperan untuk memantau pelaksanaan HAM dan menerima pengaduan individu mengenai pelanggaran HAM sebagaimana yang dijamin dalam Kovenan Internasional Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
d. Komisi Diskriminasi Rasial.
Komisi ini berperan untuk memantau peIaksanaan HAM dan menerima pengaduan individu mengenai pelanggaran HAM sebagaimana yang di jamin dalam Konvensi Internasional Terhadap Semua Bentuk Diskriminasi Rasial.
c. Komisi hak‑hak anak.
Komisi ini berperan untuk memantau pelaksanaan HAM menerima pengaduan individu mengenai pelanggaran HAM, sebagaimana yang dijamin dalam Konvensi Hak‑Hak Anak.
f. Disamping lembaga ‑ lembaga perlindungan HAM bentukan PBB,
terdapat juga lembaga perlindungan HAM yang didirikan oleh masyarakat internasional di luar pemerintah dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau sering dikenal sebagai Organisasi Non Pemerintah (ORNOP)/ Non Governmental Organizations (NGOs). Beberapa diantaranya adalah organisasi besar yang bersifat internasional adalah Amnesty Internasional dan Palang Merah Internasional. ORNOP berperan penting Untuk memonitor cara kerja badan HAM intemasional seperti Komisi Hak Asasi Manusia (Comimission on Human Rights) juga berperan penting dalam kebijakan PBB di bidang HAM, dan banyak diantaranya memiliki konsultan resmi di PBB.


BEBERAPA KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI NEGARA LAIN
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari ‑ hari kita temui pelanggaran HAM baik d Indonesia maupun di negara lain. Berikut pelanggaran HAM di negara lain:
a. Penindasan pemerintah Afrika Selatan terhadap ras kulit hitam oleh kulit putih.
Orang kulit putih memberlakukan sistem pemisahan, penindasan dan eksploitasi di mana kebebasan bergerak dan hak ‑ hak politik, sosial dan ekonomi orang ‑ orang kulit hitam di batasi dengan tegas dan ketat. Mislanya : membagi ‑bagi negeri menjadi kawasan putih (Eropa) dan daerah pemukiman Afrika, dan masih ditambah lagi dengan membagi‑bagi orang apa yang dinamakan."wilayah kelompok", dan "bantustan" khusus disediakan untuk orang hitam Afrika, yang letaknya (terpencar dan tidak berhubungan satu sama lain)
b. Pembantaian massal orang Tutsi terhadap orang Huttu di Burundi, Rwanda, Afrika Tengah tahun 1994
c. Pembantaian Khmer Merah di Kamboja,Asia April 1975 sampai Januari 1979
d. Pembantaian Etnis di Bosnia oleh Serbia,Eropa
e. Pelanggaran HAM di Amerika Serikat (penyerangan dan pembantaian terhadap 300 suku Dakota di Woundeed Knee, pembunuhan Martin Luther King)
f. Pelanggaran HAM di Australia
g. Pelanggaran HAM di Perancis

Tanggapan terhadap pelanggaran HAM antara lain dengan :
1. Mengutuk ( bentuk tulisan, yang dipublikasikan lewat media massa)
2. Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM
3. Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi dan rehabilitasi bagi para korban

Faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM
Aliran Universalisme Vs Partikularisme
Adanya dikotomi Individualisme dan Kolektivisme
Kurang berfungsinya lembaga-lembaga penegak hukum
Pemahaman yang belum merata (Sipil maupun militer)