Membentuk manusia yang berkarakter bertanggung jawab akan hak dan kewajibannya

Selasa, 16 Oktober 2012

Hukum Darurat Negara


Hukum Tata Negara Darurat 


HTND (staatsnoodrecht) dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1.   HTND Subjektif (staatsnoodrecht subjectip), yaitu hak Negara dalam keadaan darurat untuk bertindak dengan dapat menyimpang dari undang-undang dan jika diperlukan dapat juga menyimpang dari UUD. Dasar hukum dari HTND Subjektif adalah Hukum asasi atau hak asasi manusia. Tujuan dari HTND subjektif adalah untuk secepatnya dapat melindungi Hak asasi masyarakat yang terancam karena keadaan bahaya.  HTND Subjektif merupakan hukum yang tidak tertulis tetapi diakui di semua Negara di dunia.
2.  HTND Objektif (staatsnoodrecht objetip),  yaitu hukum yang berlaku semasa Negara berada dalam keadaan darurat. HTND Objektif dasarnya adalah undang-undang yang tertulis.
Lahirnya HTND Objektif adalah dikarenakan berkembangnya ajaran tentang Negara hukum dalam arti formil. Dimana dalam ajaran Negara hukum dalam arti formil dikatakan ciri-ciri Negara hukum adalah :
-        Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap HAM. 
-        Adanya pembagian kekuasaan (trias politica) 
-        Pemerintahan harus berdasarkan undang-undang tertulis (asas legalitas).
-        Adanya pengadilan administrasi.
Karena adanya ciri Negara hukum  yang menyatakan bahwa pemerintahan harus berdasarkan undang-undang tertulis, maka untuk mengatasi keadaan bahaya perlu di buatkan suatu Undang-undang tentang keadaan bahaya.

Untuk di Indonesia, setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959, konstitusi Indonesia kembali ke UUD 1945. Dalam pasal 22 UUD 1945 dapat dibentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam keadaan bahaya, dan salah satunya Peraturan pemerintah yang dibuat adalah Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang No.23 tahun 1959 tentang keadaan bahaya.

Hubungan antara HTND Subjectif dan HTND Positif adalah bahwa HTND Positif bertujuan untuk melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang para penguasa yang sedang melakukan upaya-upaya untuk melindungi hak asasi masyarakat yang terancam karena keadaan bahaya  (hukum HTND Subjektif). HTND Positif lahir sebagai akibat adanya paham Negara hukum formil.

Setelah adanya HTND Positif yang mengharuskan adanya Undang-undang yang mengatur keadaan bahaya, ternyata HTND Subjektif yang merupakan hukum tidak tertulis masih tetap diperlukan dan diakui di Negara-negara di dunia. Hal itu dikarenakan dalam keadaan bahaya, penguasa jika diperlukan dapat menyimpang dari UUD. Dan untuk diketahui bahwa semua UUD dari suatu Negara terdiri dari :
-        Bill of right, yang mengenai hak-hak asasi. 
-        Frame of Government, yang mengenai organisasi/rangka Negara. 

HTND Objektif hanya memungkinkan penguasa untuk melanggar hak-hak dasar (bill of right) tetapi tidak dapat melanggar frame of Government. Sedangkan HTND Subjektif memberi kewenangan kepada penguasa yang tertinggi untuk melanggar frame of Government, dan hal itu diakui dinegara manapun.

HTND adalah hukum yang berlaku saat Negara dalam keadaan bahaya atau darurat. HTND adalah sebagai hukum positif di Indonesia. Dasar hukumnya adalah pasal 12 UUD 1945 dan pasal 22 UUD 1945. Funsi dari HTND positif adalah :
1.      Menentukan bila mana dan seberapa jauh atau sampai dimana para penguasa dapat melakukan tindakan-tindakan yang menyampingkan hak-hak asasi yang telah ada pengakuannya dalam UUD, UU lain atau hukum tak tertulis. 
2.      Menentukan penguasa-penguasa yang mempunyai wewenang untuk apabila perlu dapat melakukan tindakan-tindakan yang menyampingkan hak asasi. 
3.      a. menetapkan cara-cara dan lain sebagainya yang menjamin penunjukan penguasa itu secara seksama-seksamanya, dengan mempertimbangkan syarat-syarat yang diperlukan untuk menunjuk penguasa itu, dihubungkan dengan wewenang-wewenang yang nanti diberikan kepadanya.
       b. menjamin adanya pengawasan yang keras dan teliti terhadap para penguasa, serta menjamn adanya tindakan-tindakan represif terhadap pejabat-pejabat yang menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya.

Keadaan bahaya dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1.      Darurat sipil. 
2.      Darurat militer. 
3.      Darurat perang.

Dasar pemikiran diadakannya tiga tingkatan keadaan bahaya tersebut adalah :
-        Keadaan bahaya yang mengancam dihadapi dengan kekuasaan yang seimbang. 
-       Taraf intensitas keadaan yang membahayakan. 
-        Merupakan keadaan yuridis yang berisi ketentuan-ketentuan pemberian kekuasaan kepada pejabat-pejabat yang berwenang guna mengatasi keadan bhaya tersebut.
-        Penentuan tingkatan bahaya diserahkan sepenuhnya kepada presiden. 

Untuk subjek hukum HTND adalah Negara. Tetapi karena Negara adalah bersifat abstrak, maka diserahkan kepada pelaksana Negara yaitu pemerintah.

Kelahiran Komunisme di Indonesia

Kelahiran Komunisme di Indonesia
Kelahiran komunisme di Indonesia tak jauh dengan hadirnya para orang-orang buangan dari Belanda ke Indonesia dan mahasiswa-mahasiswa jebolanya yang beraliran kiri. Mereka diantaranya Sneevliet, Bregsma, dan Tan Malaka (yang terahir masuk setelah SI Semarang sudah terbentuk). Alasan kaum pribumi yang mengikuti aliran tersebut dikarenakan tindakan-tindakanya yang melawan kaum kapitalis dan pemerintahan, selain itu iming-iming propaganda PKI juga menarik perhatian mereka. Gerakan Komunis di Indonesia diawali di Surabaya, yakni di dalam diskusi intern para pekerja buruh kereta api Surabaya yang dikenal dengan nama VSTP. Awalnya VSTP hanya berisikan anggota orang Eropa dan Indo Eropa. saja, namun setelah berkembangnya waktu, kaum pribumipun ikut di dalamnya. Salah satu anggota yang menjadi besar adalah Semaoen kemudian menjadi ketua SI Semarang. Komunisme Indonesia mulai aktif di Semarang, atau sering disebut dengan Kota Merah setelah menjadi basis PKI di era tersebut. Hadirnya ISDV dan masuknya para pribumi berhalauan kiri kedalam SI (Sarekat Islam) menjadikan Komunis sebagian cabangnya karena tak otonomi yang diciptakan Pemerintah Kolonial atas organisasi lepas mnejadi salah satu ancaman bagi pemerintah. ISDV menjadi salah satu organisasi yang bertanggungjawab atas banyaknya pemogokan buruh di Jawa. Konflik dengan SI pusat di Yogyakarta membuat personil organisasi ini keluar dari keanggotaan SI, setelah disiplin partai atas usulah Haji Agoes Salim disahkan oleh pusat SI. Namun ISDV yang berganti nama menjadi PKI semakin kuat saja dan diantara pemimpin mereka dibuang keluar Hindia Belanda. Kehancuran PKI fase awal ini bermula dengan adanya Persetujuan Prambanan yang memutuskan akan ada pemberontakan besar-besaran di seluruh Hindia Belanda. Tan Malaka yang tidak setuju karena komunisme di Indonesia kurang kuat mencoba menghentikannya. Namun para tokoh PKI tidak mau menggubris usulan itu kecuali mereka yang ada di pihak Tan Malaka. Pemberontakan itu terjadi pada tahun 1926-1927 yang berakhir dengan kehancuran PKI dengan mudah oleh pemerintah Hindia Belanda. Para tokoh PKI menganggap kegagalan itu karena Tan Malaka mencoba menghentikan pemberontakan dan mempengaruhi cabang PKI untuk melakukanya.
Gerakan PKI lahir pula pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia yang diawali oleh kedatangan Musso secara misterius ari Uni Sovyet ke Negara Republik - Saat itu masih be ibu kota di Yogyakarta-. Sama seperti Soekarno dan tokoh pergerakan lain, Musso berpidato dengan lantang di Yogyakarta dengan kepercayaanya yang murni komunisme. Disana ia juga mendidik calon-calon pemimpin PKI seperti D.N Aidit. Musso dengan pendukungnya kemudian menuju ke Madiun. Disana ia dikabarkan mendirikan Negara Indonesia sendiri yang berhalauan komunis. Gerakan ini didukung oleh salah satu menteri Soekarno, Amir Sjarifudin yang tidak jelas ideologinya. Divisi Siliwangi akhirnya maju dan mengakhiri pemberontakan Musso ini. Beberapa ilmuwan percaya bahwa ini adalah konflik intern antara militer Indonesia pada waktu itu.
Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia tersebut PKI menyusun kekuatanya kembali. Di dukung dengan Soekarno yang ingin menyatukan semua aspek masyarakat Indonesia saat itu, dimana antar ideologi menjadi musuh masing-masing, PKI menjadi salah satu kekuatan baru dalam politik Indonesia. Permusuhan itu tidak hanya terjadi di tingkat atas saja, melainkan juga di tingkat bawah dimana tingkat anarkisme banyak terjadi antara tuan tanah dan para kaum rendahan. Namun Soekarno menjurus ke kiri dan menganak-emaskan PKI. Akhirnya konflik dimana-mana terjadi. Ada suatu teori bahwa PKI dan Militer yang bermusuhan akan melakukan Kudeta. Yakni PKI yang mengusulkan Angkatan Perang Ke 5 (setelah AURI, ALRI, ADRI dan Kepolisian) dan isu penyergapan TNI atas Presiden Soekarno saat ulang tahun TNI. Munculah kecurigaan antara satu dengan yang lain. Akhirnya di percaya menjadi sebuah insiden yang sering dinamakan Gerakan 30 September.
Ada kemungkinan Indonesia menjadi negara komunis andai saja PKI berhasil berkuasa di Indonesia. Namun hal tersebut tidak menjadi kenyataan setelah terjadinya kudeta dan peng-kambing hitaman Komunisme sebagai dalang terjadinya insiden yang dianggap pemberontakan pada tahun 1965 yang lebih dikenal dengan Gerakan 30 September. Hal ini juga membawa kesengsaraan luar biasa bagi para warga Indonesia dan anggota keluarga yang dituduh komunis meskipun belum tentu kebenarannya. Diperkirakan antara 500.000 sampai 2 juta jiwa manusia dibantai di Jawa dan Bali setelah peristiwa Gerakan 30 September. Hal ini merupakan halaman terhitam sejarah negara Indonesia. Para tertuduh yang tertangkap kebanyakan tidak diadili dan langsung dihukum. Setelah mereka keluar dari ruang hukuman mereka, baik di Pulau Buru atau di penjara, mereka tetap di awasi dan dibatasi ruang geraknya dengan penamaan Eks Tapol.
Semenjak jatuhnya Presiden Soeharto, aktivitas kelompok-kelompok Komunis, Marxis, dan haluan kiri lainnya mulai kembali aktif di lapangan politik Indonesia, walaupun belum boleh mendirikan partai karena masih dilarang oleh pemerintah.