Kelahiran Komunisme di Indonesia
Kelahiran komunisme di Indonesia tak jauh dengan hadirnya para orang-orang buangan dari Belanda ke Indonesia dan mahasiswa-mahasiswa jebolanya yang beraliran kiri. Mereka diantaranya Sneevliet, Bregsma, dan Tan Malaka (yang terahir masuk setelah SI Semarang sudah terbentuk). Alasan kaum pribumi yang mengikuti aliran tersebut dikarenakan tindakan-tindakanya yang melawan kaum kapitalis dan pemerintahan, selain itu iming-iming propaganda PKI juga menarik perhatian mereka. Gerakan Komunis di Indonesia diawali di Surabaya, yakni di dalam diskusi intern para pekerja buruh kereta api Surabaya yang dikenal dengan nama VSTP. Awalnya VSTP hanya berisikan anggota orang Eropa dan Indo Eropa. saja, namun setelah berkembangnya waktu, kaum pribumipun ikut di dalamnya. Salah satu anggota yang menjadi besar adalah Semaoen kemudian menjadi ketua SI Semarang. Komunisme Indonesia mulai aktif di Semarang, atau sering disebut dengan Kota Merah setelah menjadi basis PKI di era tersebut. Hadirnya ISDV dan masuknya para pribumi berhalauan kiri kedalam SI (Sarekat Islam) menjadikan Komunis sebagian cabangnya karena tak otonomi yang diciptakan Pemerintah Kolonial atas organisasi lepas mnejadi salah satu ancaman bagi pemerintah. ISDV menjadi salah satu organisasi yang bertanggungjawab atas banyaknya pemogokan buruh di Jawa. Konflik dengan SI pusat di Yogyakarta membuat personil organisasi ini keluar dari keanggotaan SI, setelah disiplin partai atas usulah Haji Agoes Salim disahkan oleh pusat SI. Namun ISDV yang berganti nama menjadi PKI semakin kuat saja dan diantara pemimpin mereka dibuang keluar Hindia Belanda. Kehancuran PKI fase awal ini bermula dengan adanya Persetujuan Prambanan yang memutuskan akan ada pemberontakan besar-besaran di seluruh Hindia Belanda. Tan Malaka yang tidak setuju karena komunisme di Indonesia kurang kuat mencoba menghentikannya. Namun para tokoh PKI tidak mau menggubris usulan itu kecuali mereka yang ada di pihak Tan Malaka. Pemberontakan itu terjadi pada tahun 1926-1927 yang berakhir dengan kehancuran PKI dengan mudah oleh pemerintah Hindia Belanda. Para tokoh PKI menganggap kegagalan itu karena Tan Malaka mencoba menghentikan pemberontakan dan mempengaruhi cabang PKI untuk melakukanya.
Gerakan PKI lahir pula pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia yang diawali oleh kedatangan Musso secara misterius ari Uni Sovyet ke Negara Republik - Saat itu masih be ibu kota di Yogyakarta-. Sama seperti Soekarno dan tokoh pergerakan lain, Musso berpidato dengan lantang di Yogyakarta dengan kepercayaanya yang murni komunisme. Disana ia juga mendidik calon-calon pemimpin PKI seperti D.N Aidit. Musso dengan pendukungnya kemudian menuju ke Madiun. Disana ia dikabarkan mendirikan Negara Indonesia sendiri yang berhalauan komunis. Gerakan ini didukung oleh salah satu menteri Soekarno, Amir Sjarifudin yang tidak jelas ideologinya. Divisi Siliwangi akhirnya maju dan mengakhiri pemberontakan Musso ini. Beberapa ilmuwan percaya bahwa ini adalah konflik intern antara militer Indonesia pada waktu itu.
Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia tersebut PKI menyusun kekuatanya kembali. Di dukung dengan Soekarno yang ingin menyatukan semua aspek masyarakat Indonesia saat itu, dimana antar ideologi menjadi musuh masing-masing, PKI menjadi salah satu kekuatan baru dalam politik Indonesia. Permusuhan itu tidak hanya terjadi di tingkat atas saja, melainkan juga di tingkat bawah dimana tingkat anarkisme banyak terjadi antara tuan tanah dan para kaum rendahan. Namun Soekarno menjurus ke kiri dan menganak-emaskan PKI. Akhirnya konflik dimana-mana terjadi. Ada suatu teori bahwa PKI dan Militer yang bermusuhan akan melakukan Kudeta. Yakni PKI yang mengusulkan Angkatan Perang Ke 5 (setelah AURI, ALRI, ADRI dan Kepolisian) dan isu penyergapan TNI atas Presiden Soekarno saat ulang tahun TNI. Munculah kecurigaan antara satu dengan yang lain. Akhirnya di percaya menjadi sebuah insiden yang sering dinamakan Gerakan 30 September.
Ada kemungkinan Indonesia menjadi negara komunis andai saja PKI berhasil berkuasa di Indonesia. Namun hal tersebut tidak menjadi kenyataan setelah terjadinya kudeta dan peng-kambing hitaman Komunisme sebagai dalang terjadinya insiden yang dianggap pemberontakan pada tahun 1965 yang lebih dikenal dengan Gerakan 30 September. Hal ini juga membawa kesengsaraan luar biasa bagi para warga Indonesia dan anggota keluarga yang dituduh komunis meskipun belum tentu kebenarannya. Diperkirakan antara 500.000 sampai 2 juta jiwa manusia dibantai di Jawa dan Bali setelah peristiwa Gerakan 30 September. Hal ini merupakan halaman terhitam sejarah negara Indonesia. Para tertuduh yang tertangkap kebanyakan tidak diadili dan langsung dihukum. Setelah mereka keluar dari ruang hukuman mereka, baik di Pulau Buru atau di penjara, mereka tetap di awasi dan dibatasi ruang geraknya dengan penamaan Eks Tapol.
Semenjak jatuhnya Presiden Soeharto, aktivitas kelompok-kelompok Komunis, Marxis, dan haluan kiri lainnya mulai kembali aktif di lapangan politik Indonesia, walaupun belum boleh mendirikan partai karena masih dilarang oleh pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar